Selasa, 02 Desember 2014

Konspirasi PT GRI Dengan Auditor JAS

Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Kasus yang dilakukan oleh PT Great River International Tbk, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta,  merupakan masalah yang sudah jelas menyalahi aturan kode etik profesi. Kejahatan yang telah dilakukan tidak hanya ilegal,tetapi juga memberikan dampak negatif yang sangat buruk bagi pihak internal maupun eksternal. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk ketidak jujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang hidupnya bergantung pada perusahaan. Pihak internal pada kasus ini menaipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang laba perusahaan. Dibenarkan dengan fakta bahwa pihak setempat mengetahuinya dengan sadar melakukan penipuan tersebut berlandaskan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil pemalsuan laporan keuangan PT Great River International Tbk.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC di antara:
1.      Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Justinus selaku auditor PT Great River International Tbk menyatakan bahwa metode pencatatan yang ia lakukan pada Laporan Keuangan bertujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian account.
2.      Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Lain dengan pada kasus ini yang membiarkan profesionalitas sebagai seorang akuntan yang melakukan penipuan terhadap Laporan Keuangan per 31 Desember PT Great River International Tbk.
3.      Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar  profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan (overstatement) penjualan PT.Great River karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Dengan begitu, akuntan yang memiliki kewenangan di PT Great River Internasional Tbk ini tidak memelihara dan memberikan pengetahuan yang dimiliki seorang akuntan dan juga keterampilan untuk menjamin seorang klien atas menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas teknik terkini.
4.      Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak  profesional untuk mengungkapkannya. Namun kerahasiaan yang di dalam kasus PT Great River International Tbk ini malah disalahgunakan dengan merahasiakan penipuan dalam melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan per 31 Desember.
5.      Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Di kasus PT Great River International Tbk dengan jelas mengesampingkan perilaku profesional akuntan profesional yang seharusnya dipatuhi dengan peraturan yang berlaku. Justinus selaku auditor berani berbuat yang tidak sesuai dengan kode etik yang sudah berlaku.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Dalam kasus Pembekuan Akuntan Justinus Aditya Sidharta dapat ditentukan bahwa terdapat pelanggaran terhadap standar  professional akuntan publik,dan kode etik akuntan public. Justinus Aditya Sidharta dianggap tidak mematuhi Pasal 71 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, bahwa izin AP Pemimpin KAP dibekukan apabila izin usaha KAP dibekukan yang mengartikan bahwa AP Justinus Aditya Sidharta telah melanggar standar auditing, standar pengendalian mutu serta terdapat pelanggarn  pada beberapa prinsip dan aturan kompartemen yang menyatakan tentang sikap  professional, mematuhi standar relevan yang berlaku dan tanggung jawab profesi.
Pelanggaran terkait standar professional akuntan publik yaitu melanggar standar auditing dimana pada standar auditing yang terdapat pada standar professional Akuntan Publik telah ditetapkan segala ketentuan yang berlaku terkait pemberian jasa,hal ini juga terdapat  pada peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik dimana hal tersebut terdapat pada pasal 3 yang menjelaskan tentang batas waktu dari  pemberian jasa yang ditentukan untuk KAP paling lama 6 tahun buku berturut-turut. Selain itu hal ini juga tentu melanggar standar pengendalian mutu sebuah KAP dimana seluruh KAP diwajibkan untuk mematuhi standar yang relevan yang telah ditetapkan oleh badan- badan yang berwenang.
Selain Standar Profesional Akuntan Publik yang telah dilanggar KAP Justinus Aditya Sidharta ini telah melanggar Kode Etik Akuntan Publik Indonesia dimana KAP tersebut telah melanggar beberapa prinsip etika profesi akuntan indonesia dan aturan kompartemen akuntan public. Dimana dalam prinsip etika profesi terdapat tanggung  jawab profesi pada prinsip kesatu yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya dimana anggota KAP harus mampu bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dan  pemakai jasa. Selain itu juga terdapat pelanggaran pada prinsip ketiga integritas dimana dalam menjalankan tanggung jawabnya KAP harus menjalankan dengan integritas tinggi hal ini tidak terjadi pada KAP Justinus Aditya Sidharta yang telah mengabaikan pegawainya sendiri. Hal ini membutikan bahwa integritas dari KAP Justinus Aditya Sidharta rendah.
Terdapat prinsip lain yang juga dilanggar oleh KAP Justinus Aditya Sidharta adalah perilaku professional yang tidak diterapkan dalam memberikan jasa kepada kliennya sendiri melainkan merugikan banyak pihak. Dimana standar teknis menyatakan tentang ketentuan yang harus dipenuhi dan hal ini menunjukan bahwa KAP tersebut telah melanggar peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik yang telah ditetapkan oleh Menteri keuangan.
Menurut National  Committen  on  Governance  (NCG,  2006) ada 5 prinsip tata kelola yang baik yaitu:
1.                   Transparansi (Transparency)
2.                   Akuntabilitas (Accountability)
3.                   Responsibilitas (Responsibility)
4.                   Independensi (Independency)
5.                   Keadilan (Fairness)
Adapun dalam kasus PT Great River Internasional Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata kelola yang baik antara lain:
1.    Transparansi (Transparency)
PT Great River Internasional Tbk tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan bahwa telah memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat. Hal ini menunjukkan bahwa PT Great River Internasional Tbk telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
             2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, sehingga perusahaan dapa berjalan dengan efektif. Prinsip ini berhubungan dengan pengendalian terhadap hubungan organ-organ yang ada di perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan kewajibannya. Telah terbukti bahwa PT Great River Internasional Tbk tidak melakukan tanggung jawabnya sebagai perusahaan atas wewenang hak dan kewajiban, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Great River Internasional Tbk  gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
      3.   Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip pertanggungjawaban menekankan adanya sistem yang jelas untuk mengatur makanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada para stakeholder perusahaan. Prinsip pertanggungjawaban berkaitan dengan kewajiban perusahaan mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Great River Internasional Tbk melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Terlihat dengan jelas PT Great River Internasional Tbk tidak mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
       4.   Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT Great River Internasional Tbk, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan adanya manipulasi.
       5.   Keadilan (Fairness)
Dalam prinsip keadilan, manajemen diharapakan tidak mengutamakan kepentingannya saja atau kepentingan pemegang saham saja, tetapi kepentingan semua stakeholder perusahaan. Penyajian laporan keuangan secara wajar kepada semua stakeholder merupakan wujud dari penerapan rinsip kewajaran. PT Great River Internasional Tbk tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.


Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/69253614/Kasus-PT-Great-River-International-Tbk.


Senin, 17 November 2014

Petarungan Auditor Firm dalam Kasus Telkom

Sebagai profesi penyedia jasa pelaporan keuangan dan audit, profesi akuntan dituntut tidak hanya loyal terhadap kepentingan klien atau tempat akuntan tersebut bekerja, tapi juga terhadap kepentingan yang lebih luas bagi para pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini sering kali terjadi benturan kepentingan antara keduanya. Selain itu, semakin ketatnya persaingan baik antar KAP maupun profesi akuntan secara umum membuat akuntan seringkali melakukan tindakan-tindakan yang melanggar,baik kode etik ataupun hukum. Beberapa diantaranya Pelanggaran kode etik dan praktik persaingan tidak sehat yang melibatkan antar KAP. KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan –rekan yang mengaudit Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002- tidak bersedia terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto untuk menghindari risiko yang dapat merugikan jika terasosiasi dengan pekerjaan audit KAP Eddy Pianto dan menolak hasil auditnya untuk diacu dalam pekerjaan audit KAP Eddy Pianto dalam Form 20-F PT. Telkom karena karena keraguan kelayakan hak berpraktek KAP Eddy Pianto dihadapan US SEC. Kejadian ini dianggap melanggar kode etik karena KAP Drs. Hadi Sutanto  & Rekan tidak memiliki kewenangan untuk menilai kualifikasi KAP lainnya (Eddy Pianto) untuk berpraktek di hadapan US SEC.
Tindakan KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan menyebabkan persaingan tidak sehat berupa menyebabkan competitive harm dan consumer harm. Bagi KAP Eddy Pianto, yaitu menimbulkan pernilaian bahwa KAP Eddy Pianto tidak dapat menyelesaikan dan tidak mampu melakukan pekerjaan audit terhadap Laporan Keuangan PT. Telkom tersebut. Penilaian tersebut berakibat menurunkan reputasi KAP second layer  (KAP Eddy Pianto) pada umumnya di mata perusahaan pengguna jasa audit first layer (Drs. Hadi Sutanto & Rekan), sehingga pilihan perusahaan pengguna jasa audit first layer tetap terkonsentrasi pada KAP first layer. Hal ini jelas menggambarkan persaingan yang tidak sehat antar KAP. Kejadian tersebut tidak hanya merugikan KAP Eddy Pianto tapi juga merugikan PT. Telkom, sebagai pengguna jasa audit terpaksa harus mengeluarkan tambahan waktu, tenaga, dan biaya yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan bila proses pelaksanaan audit berjalan normal. 
    Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1.      Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Dalam kasus ini KAP Haryanto Sahari dan rekan mencoba untuk menyesatkan dan merugikan. Merugikan para pemegang saham dari perseroan induk maupun anak perusahaannya yakni Telkom dan Telkomsel. Karena hasil auditnya tidak dibeikan izin maka KAP Eddy Pianto dan rekan mengalami kesulitan dalam mengacu auditnya.
2.      Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Dalam kasus ini KAP Haryanto Sahari seharusnya memberikan kemudahan bagi KAP selanjutnya yang akan menggatikannya. Dalam peraturan pasar modal yang dikeluarkan oleh Bapepam tidak memperbolehkan persaingan yang tidak sehat, sebagai sesama auditor seharusnya saling menghormati dan tidak saling menjatuhkan reputasi.
3.      Pembangunan Berkelanjutan

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Dalam kasus ini tindakan yang dilakukan oleh KAP Haryanto Sahari. Mengaburkan karena tidak mengizinkan acuan sehingga KAP Eddy Pianto harus memulainya lagi dari bawah tanpa tahu dokumen-dokumen apa saja yang pernah di audit. Dan menyembunyikan hasil audit beserta opininya sehingga PT telkom melakukan inpermission atas hasil kerja KAP Haryanto Sahari yang saat itu waktunya sangat terbatas.

4.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Dengan demikian pasal 107 ini dapat diterapkan pada kasus yang menimpa Kantor Audit Publik (KAP) Haryanto Sahari dan rekan yang telah merugikan PT Telekomunikasi Indonesia. Tbk (Telkom), PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Kantor Audit Publik (KAP) Eddy Pianto dan rekan, Bapepam, dan SEC[1]. Karena kecerobohannya tersebut indeks harga saham gabungan Telkom anjlok dan mengalami kerugian karena adanya isu tidak transparansi keuangannya.
5.      Mampu menyatakan yang benar itu benar

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Mengaburkan karena tidak mengizinkan acuan sehingga KAP EP harus memulainya lagi dari bawah tanpa tahu dokumen-dokumen apa saja yang pernah di audit. Dan menyembunyikan hasil audit beserta opininya sehingga PT telkom melakukan inpermission atas hasil kerja KAP HS yang saat itu waktunya sangat terbatas.

Daftar Puataka
Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Putusan nomor perkara : 08/KPPPU-L/2003
http://ridwanpp.blogspot.com/2010/11/sebagai-profesi-penyedia-jasa-pelaporan.html

Minggu, 02 November 2014

Modus Penipuan Telkomsel



1.      Latar Belakang Masalah
Medan, 3/2 (ANTARA) - Telkomsel diduga melakukan manipulasi dalam program “Talkmania” dengan tetap menarik pulsa pelanggan meski keutamaan dalam program itu tidak diberikan. Salah seorang warga Kota Medan, Mulyadi (37) di Medan, Selasa, mengatakan, dalam iklannya, Telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke sesama produk operator selular itu selama 5.400 detik (90 menit -red).
Untuk mendapatkan layanan itu, pulsa pelanggan akan dikurangi Rp3 ribu setelah mendaftar melalui SMS “TM ON” yang dikirim ke nomor 8999 terlebih dulu.Namun, pelanggan sering merasa kecewa karena layanan itu selalu gagal dan hanya dijawab dengan pernyataan maaf disebabkan sistem di operator selular tersebut sedang sibuk serta disuruh mencoba lagi.Tapi pulsa pelanggan tetap dikurangi, dan apabila terus dicoba tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi, katanya.
Warga Kota Medan yang lain, Ulung (34) mengatakan, penggunaan layanan Talkmania yang diiklankan Telkomsel itu seperti “berjudi”. “Kadang-kadang berhasil, kadang-kadang gagal, namun pulsa tetap ditarik,” katanya.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, SH, MHum mengatakan, layanan iklan Telkomsel itu dapat dianggap manipulasi karena terjadinya “misleading” atau perbedaan antara realisasi dengan janji. Pihaknya siap memfasilitasi dan melakukan pendampingan jika ada warga yang merasa dirugikan dan akan menggugat permasalahan itu secara hukum.Secara sekilas, kata Farid, permasalahan itu terlihat ringan karena hanya mengurangi pulsa telepon selular masyarakat sebesar Rp3 ribu.Namun jika kejadian itu dialami satu juta warga saja dari sekian puluh juta pelanggan Telkomsel, maka terdapat dana Rp3 miliar yang didapatkan operator selular itu dari praktik manipulasi iklan tersebut.
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) perlu rena iklan operator selular selama ini sering menjebak, saling menjatuhkan dan tidak memiliki aturan yang jelas, katanya. Humas Telkomsel Medan, Weni yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap nomor pelanggan yang merasa dirugikan dalam layanan Talkmania tersebut. “Namun, Telkomsel telah ‘merefine’ atau mengembalikan kembali pulsa nomor-nomor (handpone) yang gagal itu,”katanya

1.2 Pembahasan Masalah
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Kasus telkomsel diatas merupakan salah satu tindakan ingkar janji karena tetap mengurangi pulsa pelanggan sedangkan fasilitas talkmania tidak diterima oleh pelanggan.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah


1.      Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis". Pihak telkomsel seharusnya tidak melakukan manipulas program talkmaniai tersebut demi memperoleh keuntungan, karena tanpa melakukan hal tersebut pun telkomsel dapat memperoleh keuntungan.
2.      Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
3.      Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, jika pihak telkomsel benar mengadakan program talkmania dengan syarat yang telah ditentukan maka jika konsumen menggunakan program tersebut seharusnya telkomsel menepati program tersebut bukan justru pihak telkomsel merugikan pelanggan dengan tetap mengurangi pulsa sedangkan pelanggan tidak menerima fasilitas telepon gratis dari talkmania.
4.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu. Pihak telkomsel harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main dari program talkmania tersebut.
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.

Daftar Pustaka

http://www.antarasumut.com/berita-sumut/hukum-dan-kriminal/telkomsel-diduga-lakukan-manipulasi-dalam-iklan-talkmania/